Lafaz Bahasa Semut ‘Asqoli innaka li ya makali ya ma ghufron’: Analisis dari Perspektif Islam dan Sains

PDMTUBAN.COM-Berbicara tentang klaim bahwa lafazAsqoli innaka li ya makali ya ma ghufron” adalah bahasa para semut, pernyataan tersebut dapat dinyatakan sebagai klaim yang tidak tepat berdasarkan analisis dari perspektif Islam dan sains.

Dari sudut pandang Islam, hanya Nabi Sulaiman yang diyakini memiliki kemampuan untuk memahami bahasa semut. Mukjizat terkenal Nabi Sulaiman adalah kemampuannya berkomunikasi dengan berbagai hewan, termasuk semut, dan membuat mereka patuh pada perintahnya. Kisah ini terdapat dalam Al Quran, terutama dalam surah An Naml ayat 18-19. Dalam kisah tersebut, Nabi Sulaiman dan pasukannya mendekati lembah semut, dan Ratu Semut memberi peringatan kepada koloni semut agar masuk ke sarang mereka agar tidak terinjak oleh Nabi Sulaiman dan tentaranya. Nabi Sulaiman mampu memahami pesan tersebut dan bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah.

Berdasarkan informasi dari laman Science ABC, semut berkomunikasi melalui berbagai metode, seperti aroma, sentuhan, bahasa tubuh, dan suara. Meskipun suara yang digunakan oleh semut tidak dapat didengar oleh manusia, semut lain dalam koloni dapat memahami makna dari suara tersebut. Fakta ini menunjukkan bahwa manusia tidak mungkin bisa berkomunikasi dengan semut, mengingat perbedaan metode komunikasi yang digunakan oleh kedua spesies tersebut.

Klaim seseorang yang mengaku bisa berkomunikasi dengan semut menggunakan lafaz “Asqoli innaka li ya makali ya ma ghufron” sebenarnya terlihat lebih seperti karangan belaka atau klaim yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Lafaz yang digunakan oleh orang tersebut memiliki kesamaan dengan pelafalan yang dia gunakan sendiri dalam bahasa Jin, bahasa Alam Kubur, bahasa Malaikat, atau bahkan sebagai hadis Nabi. Namun, sengaja ia mengurangi volume suara untuk berkomunikasi dengan semut dan secara logis menimbulkan keraguan terhadap keabsahan klaim tersebut.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa lafaz “Asqoli innaka li ya makali ya ma ghufron” tidak dapat dianggap sebagai bahasa para semut berdasarkan analisis dari perspektif Islam dan sains.

Penulis: Samson Thohari

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *